
Syarat yang Harus Dipenuhi Supaya Fintech Bisa Ikut BI Fast
Perusahaan fintech yang ingin menjadi peserta BI Fast harus memenuhi beberapa persyaratan terlebih dahulu. Filianingsih Hendarta, Kepala DKSP Bank Indonesia, menjelaskan mulai dari kelembagaan, posisi keuangan, dan kapasitas sistem informasi. Mereka juga menambahkan bahwa perusahaan kemudian harus memenuhi beberapa persyaratan tambahan.
Kriterianya adalah kontribusi, kapasitas dan kolaborasi. Kemudian setelah semua kriteria umum terpenuhi, selanjutnya akan kembali dilihat apakah memenuhi kriteria 3C, berapa kontribusi dalam sistem pembayaran, berapa kapasitas total modal, bagaimana jaringan kerjasama terhubung atau tidak.
Apa yang dimaksud dengan BI Fast
BI Fast adalah infrastruktur metode pembayaran BI untuk memungkinkan pembayaran ritel real-time 24/7. Adanya sistem ini membuat biaya transfer antar bank peserta akan lebih murah, yaitu Rp 2.500 per transaksi. Melalui PADG No. 23/25/PADG/2021, bank sentral telah mengatur persyaratan keikutsertaan dalam BIFAST.
Pihak yang bisa menjadi peserta BIFAST adalah BI, bank, lembaga non bank dan pihak lain yang ditentukan oleh penyelenggara. Untuk mengajukan BIFAST, calon peserta harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu menjadi nasabah BI dan berstatus aktif tidak dalam likuidasi atau pailit.
Jadi, kepemimpinan calon peserta memiliki kredibilitas yang baik dan kinerja keuangan yang baik selama dua tahun terakhir. Selain itu, calon peserta harus menyediakan sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan BIFAST sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh penyelenggara dan memiliki sistem informasi yang andal.
Selain persyaratan umum, BI juga membuat ketentuan bagi calon peserta dengan persyaratan khusus yang harus dipenuhi peserta pada saat peserta ditetapkan sebagai Peserta Langsung (PL). Persyaratan khusus pertama adalah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi digital dan pendanaan sesuai dengan parameter yang ditetapkan oleh operator.
Selanjutnya, PL juga harus memiliki financial standing yang ditunjukkan dengan modal terdaftar lebih dari Rp 6 triliun untuk bank atau modal disetor minimal Rp 100 miliar untuk lembaga non bank dan memiliki likuiditas yang cukup.
Terakhir, OT harus mendukung kebijakan BI di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Sebagai informasi: BIFAST tahap pertama akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Desember. Pada tahap pertama akan diikuti 22 peserta BIFAST.
Kelebihan dari BI Fast
Perry mengatakan BI Fast akan non-stop, instan atau real-time, sederhana, aman dan terjangkau. Kehadiran BI Fast juga dimaksudkan untuk mempercepat digitalisasi sektor keuangan nasional. BI Fast mengintegrasikan ekosistem industri sistem pembayaran dengan perbankan digital end-to-end, fintech, e-commerce, dan konsumen.
Oleh karena itu, sistem harga BIFast dinilai menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Skema harga BIFast dari BI ke peserta ditetapkan sebesar Rp 19 per transaksi sedangkan dari peserta ke nasabah ditetapkan maksimal Rp2.500 per transaksi. Nilai ini lebih murah dari tarif SKNBI yang ditetapkan maksimal Rp 2.900 per transaksi.
Sedangkan batas maksimal transfer BIFast adalah Rp 250 juta dan minimal transfer Rp1.Selain itu, BI telah menetapkan batas maksimal transfer melalui BIFast sebesar Rp 250 juta, sedangkan minimal transfer sebesar Rp1. BIFast juga lebih fleksibel dibandingkan sistem pembayaran Real Time Gross Settlement (RTGS) yang membutuhkan transfer Rp 100 juta – Rp 250 juta.
Selanjutnya, keunggulan lain layanan BIFast adalah kecepatan proses pembayaran yang hanya sekitar 25 detik. Dengan waktu penyelesaian yang lebih cepat, BIFast berbeda dengan model transaksi SKNBI yang dibatasi pada jam-jam tertentu untuk transaksi besar. Harap dicatat bahwa layanan BIFast akan diperluas secara bertahap untuk mencakup layanan kredit massal, debit langsung, dan permintaan pembayaran.
Kekurangan dari BI Fast
Namun, ekonom dari Universitas Indonesia, yakni Telisa Falianty mengatakan ada sisi negatif dari setiap kebijakan. Di sisi lain, transisi menuju digitalisasi perbankan belum merata. Sebab, masih ada bank konvensional yang memelihara fisik kantornya, termasuk sistem pelayanannya.
Contohnya saja seperti para nasabah yang berada jauh di pedesaan. Dimana para pelaku usaha di sana belum tentu dapat merasakan manfaat dari layanan BIFast ini, sebab akan terjadi kendala dalam hal digitalisasi. Karena itulah BI Fast ini masih harus dikembangkan agar bisa melayani seluruh nasabah dimanapun mereka berada.
Mengingat baru 22 bank yang menjadi prioritas BI untuk diintegrasikan dengan sistem BI Fast, Telisa mengatakan secara tidak langsung akan ada perbedaan dengan bank lain yang belum bisa menggunakan layanan ini.
Kalaupun bisa diintegrasikan di kemudian hari, waktu perubahannya masih lama karena harus memenuhi syarat Bank Sentral. Sisi negatif kedua adalah biaya investasi yang diperlukan. Dimana sektor perbankan perlu membangun infrastruktur yang memadai dan juga berinvestasi pada teknologi untuk mendukung layanan baru tersebut.
Kemudian ketiga sehubungan dengan perlindungan data data. Menurutnya, perlindungan data masih menjadi persoalan karena akses integrasi antar bank juga akan membuka data antarbank yang implikasinya perlu ditelaah lebih lanjut.